Goa Maria Lawangsih terletak di
Perbukitan Menoreh, perbukitan yang memanjang, membujur di perbatasan
Jawa Tengah dan DIY, (Kabupaten Purworejo dan Kulon Progo). Di tengah
perbukitan Menoreh, bertahtalah Bunda Maria Lawangsih (Indonesia:
Pintu/Gerbang Berkat/Rahmat). Gua Maria Lawangsih berada di dusun Patihombo, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Secara gerejawi, masuk wilayah Stasi Santa Perawan Maria Fatima Pelemdukuh,Paroki
Santa Perawan Maria Nanggulan, Kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta,
Keuskupan Agung Semarang. Lokassi Goa Lawangsiih hanya berjarak 20 km
dari peziarahan Katolik Sendangsono, 13 km dari Sendang Jatiningsih
Paroki Klepu.
SEJARAH
Goa Maria Lawangsih adalah Goa Maria yang pada awalnya adalah sebuah goa Lawa (Goayang
penuh dengan Kelelawar), yang memang diyakini sudah diketahui oleh
penduduk sekitar sebagai tempat petani mencari pupuk dari kotoran
Kelelawar. Sebelum ditetapkan sebagai Goa Maria, goa ini adalah sebuah
goa alami biasa yang merupakan tempat tinggal kelelawar. Dalam bahasa
Jawa kelelawar disebut “Lawa”. Goa ini dihuni oleh banyak kelelawar,
maka tidak heran bila nama goa ini adalah Goa Lawa.Tidak diketahui
secara pasti, kapan Goa Lawa ini dimasuki oleh penduduk.
Awalnya, Goa Lawa hanyalah tanah grumbul (semak belukar) yang memiliki lubang kecil di pintu goa (+1
m2), namun lorong-lorongnya bisa dimasuki oleh manusia untuk mencari
kotoran Kelelawar sampai kedalaman yang tidak terhingga. Namun karena
faktor tidak adanya penerangan dan suasana dalam goa yang pengap, maka
tidak banyak penduduk yang bisa masuk ke dalam goa. Pada tahun 1990-an,
Goa Lawa sempat dijadikan oleh Muda-Mudi Stasi Pelemdukuh untuk tempat
memulai berdoa Jalan Salib (Stasi), namun setelah itu tidak ada
perkembangan yang berarti sampai tahun 2008.
Pada bulan Juli 2008, Goa Lawa
yang semula milik keluarga T. Supino (Ketua Stasi SPM Fatima
Pelemdukuh), telah dihibahkan kepada Gereja. Pembangunan Goa Maria
Lawangsih untuk menjadi tempat berdoa (Panti Sembahyang) adalah
atas inisiatif Romo Paroki Santa Perawan Maria Tak Bernoda Nanggulan ini
yaitu Romo Ignatius Slamet Riyanto, Pr, setelah beberapa kali masuk dan
meneliti kemungkinan Goa Lawa menjadi tempat doa. Pada awalnya, Romo
Ignatius Slamet Riyanto, hanya ingin menjadikan tempat yang awalnya
“dianggap keramat” oleh penduduk sekitar, menjadi tempat yang nyaman
bagi umat sekitarnya untuk berdoa. Namun rupanya ada banyak orang yang
tahu dari mulut ke mulut (Jawa: gethok tular) tentang keberadaan
tempat ziarah ini, sehingga makin lama semakin banyak peziarah yang
datang dari Bandung, Surabaya, Lampung, Jakarta, Semarang, dan kota-kota
besar lainnya, bahkan berdasarkan data dari buku tamu yang disediakan
beberapa kali ada peziarah dari luar negeri (Belanda, Perancis dan
Australia) yang datang ke sana.
Pembangunan
yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh umat dan didukung keinginan umat
untuk memiliki tempat berdoa di tempat terbuka dan memiliki sumber air,
begitu besar, sehingga membuat hibah tanah dan Goa Lawa menjadi suatu
pilihan yang menarik untuk ditindaklanjuti. Langkah yang diambil pihak
Gereja adalah dengan dibangunnya goa tersebut menjadi suatu tempat
berdoa yang diinginkan umat. Sejak saat itu, tanah di sekitar Goa Lawa
dibersihkan, yang pada awalnya hanyalah sebuah lubang/goa kecil, tanah
yang berada di sekitarnya digali, hingga akhirnya lubang di sekitar goa
bisa menjadi seperti saat ini. Batu besar ( + 8m2) dan tanah yang menutup lubang goa perlahan-lahan dibongkar dan dibersihkan.
Pengerjaan Goa tidak menggunakan
alat-alat berat/modern. Di sinilah mukjizat itu terjadi. Selama hampir
satu tahun, umat Katolik dan warga sekitar Goa Lawa bekerja bersama,
menggali tanah, mengangkat, membersihkan dan membuat Goa menjadi seperti
saat ini. Semua dilakukan dengan penuh semangat, kerjasama dan
pelayanan. Nama Goa Lawa ingin dipertahankan oleh umat, agar menjadi
prasasti bagi tempat peziarahan umat Katolik. Akhirnya, Goa Lawa diberi
nama baru: GOA MARIA LAWANGSIH.
Lawangsih dapat diartikan demikian. Kata Lawang dalam Bahasa Jawa mengandung arti pintu, gapura atau gerbang. Kata sih (asih)
artinya kasih sayang, cinta, berkat, rahmat. Secara rohani, Lawangsih
menunjuk makna Bunda Maria sebagai gerbang surga, pintu berkat. Dalam
keyakinan kita, Bunda Maria adalah perantara kita kepada Yesus (per Maria ad Jesum), Putranya yang telah menebus dosa manusia dan membawa pada kehidupan kekal.
Pada bulan Mei 2009,
untuk pertama kalinya Goa Lawa ini dipakai menjadi tempat Ekaristi
penutupan Bulan Maria, namun dengan memakai tempat dan peralatan
seadanya. Barulah pada tanggal 01 Oktober 2009, tempat peziarahan ini
dibuka untuk umum dan diresmikan oleh Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr.
Patung Bunda Maria yang merupakan bantuan dari donatur, ditahtakan di
dalam goa. Sebelum Patung Bunda Maria diboyong dan ditahtakan di Goa
Maria Lawangsih, selama 3 hari, setiap malam umat “tirakat” dan berdoa Novena serta banyak umat yang “lek-lek-an”
(laku prihatin) di Goa Maria Lawangsih untuk memohon karunia Roh Kudus
agar menjadikan Goa Maria Lawangsih menjadi tempat bagi semua orang yang
datang ke sana, mendapatkan berkat, memperoleh kekuatan rohani dan
semakin dekat dengan Yesus melalui Maria. (Per Mariam Ad Jesum.
Melalui Maria sampai pada Yesus). Romo Ignatius Slamet Riyanto, Pr pun
selama selama 3 malam berturut-turut juga ikut bergabung dan berdoa
bersama umat, tirakat di Goa Maria Lawangsih.
Perarakan “Mboyong Sang Ibu”
diikuti oleh 700an umat Stasi SPM Fatima Pelemdukuh dan sekitarnya.
Ekaristi yang dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2009 diawali dari Gereja
(yang berjarak 500 m), dengan mengarak patung Bunda Maria menuju Goa
Maria Lawangsih. Semua umat mengarak Bunda Maria dengan penuh keheningan
(wening ing bathin), berdoa di dalam batin mohon karunia Roh
Kudus agar memberkati umat dalam peziarahan di dunia ini. Umat juga
berdoa agar tempat peziarahan Goa Maria Lawangsih menjadi tempat mereka
menimba kekuatan iman, agar mampu menghadapi tantangan kehidupan ini.
Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Jawa dan iringan gamelan menambah
aura rohani merebak di Goa Maria Lawangsih. Pukul 16. 00 WIB, Bunda
Maria diberkati dan ditahtakan. Banyak umat meneteskan air mata, tatkala
Sang Ibu, dengan penuh senyum mengundang umat untuk berdoa dengan
perantaraannya.
Seusai Ekaristi, umat berhamburan
berdoa di hadapan Bunda Maria dan berebut masuk ke dalam Goa Lawangsih,
dimana kemahabesaran Allah sungguh nyata. Sebuah karya nan indah dari
Sang Arsitek membuat umat terpana. Karya Tuhan sungguh mahaindah. Sebuah
goa yang penuh dengan stalagtit dan stalagmit dengan gemercik air yang
keluar dari sumber air di dalam Goa. Di
sebelah kanan Bunda Maria Lawangsih, ada goa yang cukup luas, memanjang
sampai kedalaman yang tak terhingga, penuh dengan suasana sakral.
Di belakang Bunda Maria Lawangsih, terdapat goa yang lebih indah dengan
sumber air di dalamnya. Sayang, goa ini agak sempit di luarnya, namun
semakin ke dalam semakin luas dan penuh dengan pemandangan yang eksotik.
Akhirnya, saat ini umat Paroki
SPM Tak Bernoda Nanggulan sudah memiliki Goa Maria Lawangsih sebagai
rangkaian dari Goa Maria Pengiloning Leres yang sudah ada.
CIKAL BAKAL GOA MARIA LAWANGSIH
Goa Maria Lawangsih merupakan
langkah peziarahan iman umat Stasi SPM Fatima Pelemdukuh, yang selama
ini berdoa kepada Bunda Maria di Goa Maria Pengiloning Leres (Cermin
Kebijaksanaan), sebuah Goa Maria di atas Kapel Stasi SPM Fatima
Pelemdukuh. Goa Pengiloning Leres adalah cikal bakal Goa Maria
Lawangsih, merupakan goa alam, namun hanya kecil. Letak Goa Pengiloning
Leres yang berada di atas Kapel SPM Fatima Pelemdukuh, tidak terlalu
jauh dari Goa Maria Lawangsih.
Di samping goa, bertahtalah
Patung Kristus Raja yang memberkati yang tingginya 3 meter. Di belakang
goa terdapat ruang doa yang cukup luas, bersih, dan teduh. Goa ini
berada lebih tinggi daripada Kapel Stasi SPM Fatima. Legenda yang
berkembang mengatakan bahwa bukit di Goa Pengiloning Leres ini adalah (Jawa: gedogan)
kandang Kuda Sembrani. Banyak orang mengalami peristiwa bahwa hampir
setiap Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon mendengar suara gaduh,
(Jawa: pating gedobrak). Konon katanya, goa ini dulunya
dipakai oleh para makhluk halus sebagai kandang kuda Sembrani. Hal ini
terbukti dengan adanya sebuah mata air di bagian bawah bukit yang
bernama “benjaran” yang berarti tempat minum kuda.
Mengingat tempatnya yang jauh dan
terpencil dari kota Yogyakarta, wajar bila Goa Maria Pangiloning Leres
tidak banyak dikenal oleh masyarakat di luar Stasi Pelem
Dukuh. Medan yang
cukup dijangkau karena jalan turun naik yang agak curam dan rusaknya
sebagian jalan pada waktu itu menjadi alasan sedikit orang berkunjung ke
Goa Maria Pengiloning Leres. Padahal, ada banyak hal-hal yang menarik
terdapat di sana. Hal yang hanya terdapat
di Stasi Pelem Dukuh, Stasi yang kaya akan pemandangan alam yang asri
dan goa alami nan indah. Di bawahnya terdapat Kapel (Gereja) yang
sebagian dindingnya adalah Batu Karang (asli) yang ingin menunjukkan
bagaimana Gereja yang dibangun Yesus di atas Batu Karang. Bila kita
melihat segi arsitekturnya dari sisi luar Kapel, mungkin saja akan kalah
bila dibandingkan dengan gereja yang terdapat di kota besar
lainnya. Namun, bila kita masuk ke dalam Gereja kita akan melihat
beberapa lukisan yang indah dimana Gerbang Kerajaan Surga tergambar
indah di dinding. Adapula kisah pembangunan yang penuh perjuangan karena
Gereja sulit mendapatkan tanah pada waktu itu. Namun sempat pula Romo
YB. Mangunwijaya, Pr sempat meneliti dan mereka-reka arsitektur Kapel
Stasi Pelemdukuh yang alami. Namun tidak ada informasi yang tepat,
mengapa Romo YB. Mangunwijaya, Pr tidak melanjutkan arsitektur di Kapel
tersebut.
Arsitektur yang digunakan oleh
Kapel menarik sekali. Penataan batu-batu alami di sisi barat Kapel
menambah keasrianya. Pemertahanan bentuk alami batu kapur tanpa tembok
ini adalah sesuai dengan anjuran Romo YB. Mangunwijaya yang merupakan
arsitek handal. Di belakang Altar dihiasi dengan lukisan-lukisan
Gunungan Wayang yang menggambarkan Kerajaan Surga, lukisan Rusa dengan
hamparan rumput yang luas menghijau juga terpampang di sebelah kiri
altar, di belakang patung Bunda Maria. Di atas sana terpampang
gambar lima roti dan dua ikan, yang melambangkan makna berbagi sebagai
ungkapan dan perwujudan iman umat.
Bila dilihat dari bawah, Goa
Maria Pengiloning Leres ini nampak seperti bahtera. Bahtera Nabi Nuh
yang pada zaman dahulu telah menyelamatkan manusia dan mahkluk-makhluk
lainnya di atas bumi dari air bah. Bentuk bahtera ini kemudian semakin
disempurnakan dengan adanya patung Kristus Raja Semesta Alam sebagai
nahkoda bahtera tersebut. Patung ini adalah karya dari Romo A. Tri
Wahyono Pr.
Sekarang, lengkap sudah
penampilan bahtera tersebut, ada Tuhan Yesus sebagai nahkoda yang selalu
membimbing dan memberkati semua umat Katholik di Stasi Pelem Dukuh.
Tempat ini kelak menjadi Golgota dan tempat Bunda Maria Berduka Cita
memangku Sang Putra yang telah wafat tersalib (pieta). Goa
Maria Lawangsih menjadi awal peziarahan umat, menimba kekuatan melalui
Bunda Maria, mengikuti jalan Salib Tuhan Yesus dan menuju pada Golgota.
Di sana Kristus Raja telah menanti dengan berkatNya yang melimpah.
INFRASTUKTUR
Kekhasan Goa Maria Lawangsih yakni eksotisme goa alamnya. Goa ini
sungguh merupakan goa alam kedua di Keuskupan Agung Semarang setelah
Goa Maria Tritis Wonosari, Gunungkidul. Seperti yang kita ketahui, tidak
banyak tempat doa yang berupa goa yang merupakan goa alami. Kalau pun
ada, tidak sebanyak goa buatan. Goa Lawangsih merupakan salah satu goa
alami tersebut, goa ini cukup besar, lengkap dengan sungai kecil yang
mengalir di dalam goa dan dihiasi oleh stalaktit stalagmit yang indah.
Kesan pertama para peziarah ketika kita datang adalah suasana hening
yang menyejukkan hati, jauh dari keramaian. Suara gemericik air, kicauan
burung, tiupan angin, udara yang sejuk akan membuat kita semakin
mensyukuri indahnya ciptaan Tuhan. Suasana ini lah yang membawa kita
pada suatu situasi yang sangat mendukung bila ingin memanjatkan doa
kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Goa Lawangsih juga menambah khasanah
dan perbendaharaan tempat peziarahan yang ada di Indonesia umumnya dan Keuskupan Agung Semarang khususnya (http://www.wikipedia.com.)
Goa Maria Lawangsih sama sekali
belum tersentuh oleh pembangunan secara modern, sungguh-sungguh alami.
Selain itu, goa ini dibangun oleh umat yang secara sukarela setiap hari
bekerja bakti, bahu membahu, saling mendukung dengan kerja tangan
mereka. Dengan senyum, canda, dan penuh semangat iman, selama hampir
satu tahun umat mengolah tanah grumbul (semak belukar) menjadi
tempat peziarahan Maria yang sangat indah, dengan bukit-bukit batu di
sekitar goa, dengan stalagtit dan stalagmit di dalam goa, dengan
gemercik air yang mengalir tiada henti, meski kemarau yang sangat
panjang sekalipun.
Pemandangan alam sekitar
juga sangat indah. Sejak masuk ke daerah Nanggulan dan selama perjalanan
13 km dari Nanggulan menuju Goa Maria Lawangsih, peziarah akan melihat
pemandangan yang indah, perbukitan Menoreh, Gunung Merapi, dan jika
melihat arah selatan akan kelihatan pemandangan Pantai Laut Selatan di
kejauhan. Pada malam hari, peziarah akan melihat pemandangankota Yogjakarta
dengan lampu-lampu yang menambah suasana indah di malam hari. Di
sekitar lokasi Goa Maria, juga banyak pemandangan indah, banyak
pohon-pohon rindang yang semakin menambah asri tempat Bunda Maria
bersemayam, menanti umat berdoa dengan perantaraanNya. Keheningan dan
suara gemercik air menjadi pendukung peziarah semakin dekat dengan Allah
Sang Pencipta.
Sejauh mata memandang, kita akan
menyaksikan rindangnya pohon dan hamparan sawah yang menghijau. Sesekali
kicau burung yang bernyanyi memanjatkan syukur kepada Sang Pencipta
juga terdengar. Di bawah goa, terdapat sungai yang mengalir membelah
dusun. Jauh dari kesan sungai dikota pada
umumnya, karena sungai ini begitu jernih walaupun telah melewati
luasnya hamparan ladang warga. Air ini tidak biasa digunakan untuk
minum, tetapi digunakan untuk kebutuhan pengairan sawah penduduk.
Walaupun terkadang dulunya bila sumber-sumber air sudah mengering,
sungai ini digunakan untuk mencukupi semua kebutuhan warga. Sekarang,
sudah ada kamar mandi sebagai fasilitas penduduk maupun peziarah yang
memanfaatkan air dari dalam goa yang jernih. Air ini biasa untuk minum
ataupun memenuhi semua kebutuhan hidup. Jadi sungai kecil di bawah goa
yang dulunya dipergunakan untuk mandi, Sekarang dikhususkan untuk
mengairi sawah.
Di belakang Patung Bunda Maria, terdapat lorong goa yang sangat panjang, dalam dan indah dengan stalagtit dan stalagmit yang mempesona, di dalamnya juga terdapat sumber air yang
mengalir tiada henti, jernih dan sejuk, yang selama ini menjadi sumber
penghidupan masyarakat sekitar goa Maria. Kelak air ini akan ditampung
dan dijadikan tempat “menimba air kehidupan” dan untuk kebutuhan
sehari-hari. Sungguh ajaib, Bunda Maria juga memberikan berkatNya. Di
depan Bunda Maria, terdapat goa yang cukup lebar, memanjang sampai pada
kedalaman yang tak terhingga. Namun sayang, 300 meter setelah pintu goa,
sudah menyempit, meski di dalam sana terdapat
tempat yang luas dan pemandangan yang sangat indah. Perlu alat modern
untuk membuka beberapa batu alam yang menutupi lorong-lorong ke dalam.
Fasilitas untuk peziarah secara umum sudah tersedia meskipun dalam nuansa kesederhanaan.MCK Kamar mandi,
WC/toilet, sudah tersedia dengan air yang melimpah. Air jernih dari
bawah Bunda Maria dialirkan menuju sebuah bak penyaring yang nantinya
menjadi air yang bisa dipakai peziarah untuk dibawa pulang atau untuk
diminum langsung. Air ini juga dialirkan ke kamar mandi di bawahnya,
sehingga air di kamar mandi/WC sangat jernih dan layak untuk para
peziarah. Jalan menuju Goa
Maria Lawangsih juga sudah layak untuk menjadi jalan bagi kendaraan
peziarah. Pada bulan Nopember 2010, jalan yang melingkar di sekitar Goa
Maria Lawangsih sudah diaspal oleh warga di Purwosari.
Perjalanan menuju Goa Maria Lawangsih dapat
di tempuh dengan mengendarai sepeda motor, minibus, atau mobil pribadi.
Sampai sekarang, bus besar masih sulit untuk menjangkau Goa Maria
Lawangsih, karena adanya beberapa tikungan kecil. Apabila menggunakan
bus besar/pariwisata, peziarah dapat transit di Gereja Katolik Santa
Perawan Maria Tak Bernoda, Karang, Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta.
Apabila menggunakan bus umum, peziarahan dapat naik bus umum baik
dari kota Jogja,
Wates, Muntilan dengan mengambil jurusan Nanggulan. Turun di perempatan
Kenteng, naik ojek 25 menit sudah sampai lokasi (pintu gerbang
peziarahan Goa Maria Lawangsih). Apabila peziarah datang menggunakan
mobil, dari arah manapun, menuju Nanggulan. Di perempatan Kenteng ke
arah Barat 13 km, dengan jalan hotmix (8 km) dan dilanjutkan jalan desa
(aspal) 4 km. Minibus dan mobil pribadi bisa mencapai Goa Maria
Lawangsih 15-30 menit, dan bisa diparkir di sekitar Goa. Peziarah cukup
berjalan 50-100 meter dari tempat parkir, dari pintu masuk ke tempat
ziarah, peziarah cukup berjalan 25 trap tangga dari semen. (Catatan:
peziarah sudah bisa mencapai Goa Maria Lawangsih dengan mengikuti rambu
penunjuk jalan dari traffick light di Kenteng sampai dengan lokasi Goa
Maria Lawangsih).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar